Saya direkrut menjadi campaign team dari calon ketua dan
calon wakil ketua BEM FEUI 2012, Lia dan Panca. Tidak aneh memang, karena saya
sendiri adalah menti Kak Lia semasa ospek fakultas yang lebih dikenal dengan
OPK. Saya tidak tahu akan dibawa ke mana tulisan ini, yang jelas saya mohon
maaf terlebih dahulu apabila ada salah kata.
Sejak awal, iklim organisasi dan demokrasi FEUI lah yang
membuat saya begitu ingin menjadi bagian darinya. Ya katakanlah ia fakultas
ekonomi terbaik di Indonesia, mungkin saja, but that doesn’t matter that much.
Saya lebih penasaran dengan “hal lain” di dalamnya—lingkungan seperti apa yang
melahirkan orang-orang besar yang dikenal masyarakat luas. Saya ikut OPK,
okelah, FEUI keren kok. Apalagi saat-saat closing di mana kita meneriakkan “merdeka”,
“hidup mahasiswa”, “hidup rakyat Indonesia”, di sekeliling kolam makara dengan
jaket kuning yang akhirnya kita kenakan. Saya pikir, FEUI akan membawa
kejutan-kejutan lain dalam hidup saya.
Nyatanya saat ini saya kecewa. Saya menyadari ekspektasi
saya terlalu tinggi. Saya kira pemira pertama saya di sini akan penuh
antusiasme, dengan orang-orang yang ramai berkumpul menyaksikan calon pemimpin
masa depannya memberikan orasi. Saya salah. Eksplorasi publik, sesepi itu.
Stand-stand para calon, semelompong itu. Lebih jauh lagi saya menyelidiki langsung
di kalangan para mahasiswa (baru), setidakpeduli itu. Jadi begini, FE yang apatis.
Saya iri dengan fakultas tetangga, sejujurnya. Mungkin saya
melihat dari hanya satu sisi, tapi satu sisi sepenglihatan saya itu
memperlihatkan antusiasme rakyat yang lebih besar di sana. Saya tidak tahu apa
yang salah.
Nah, Lia dan Panca. Siapapun 2012, mungkin asing dengan nama
tersebut kecuali mereka yang notabene merupakan menti dari keduanya. Saya tidak
memungkiri, siapapun kita yang masih beradaptasi, pasti bingung ke mana harus
melangkahkan kaki. Banyak yang saya temui tidak berniat untuk memilih,
alasannya, ya... takut salah pilih karena mereka tidak mengenal kandidat.
Pertanggungjawabannya besar memang jika memilih. Tapi yang jadi pertanyaan,
jika memang tidak kenal, mengapa tidak mencoba untuk mengenal? Sedangkan mereka,
rata-rata, jangankan mampir ke stand, dikasih gratisan pulpen atau kipas saja
mikir-mikir dulu.
Apa salahnya sih mencoba untuk percaya? Toh kekecewaan
bukannya lebih baik dari penyesalan? Saya pribadi punya mulut, saya bisa kritik
kalau tidak puas. Tetapi kalau menyesal tidak memilih? Nah, siapa yang punya
mesin waktu untuk kembali ke masa lalu? Saya sudah mencoba memberi tahu
konsekuensi jika tidak memilih. Prosesnya akan begitu panjang dan rumit jika
kandidat ini tidak mendapatkan cukup suara. Lalu, apa jawaban yang saya dapat? “Toh
yang ribet bukan gue, kan?”
Tidak, saya tidak marah. Setiap orang bebas untuk memilih.
Kak Lia dan Kak Panca tidak diberikan semua kelebihan, pasti memiliki
kekurangan. Tidak mungkin semua orang menyukai mereka, pasti ada saja yang
tidak. Dan itu tidak salah. Saya menghargai mereka yang datang dan memilih
untuk memberikan suara menentang majunya Lia-Panca. Lebih menghargai hal
tersebut, karena jauh di dalam, sebenarnya mereka peduli, bukan?
Satu hal. Jika Anda tidak suka karakter luar calon pemimpin
Anda, cari tahu kinerja mereka. Kenali mereka lebih dalam.
Tetapi, sekali lagi itu pilihan. Kalau memang dasarnya tidak
peduli, mau bagaimana lagi? Saya sendiri tidak ingin naif, merasa diri saya
yang sudah paling peduli, tidak. Bisa jadi hanya karena saya CT, saya menulis
ini. Toh di sini saya tidak mengajak siapapun untuk mendukung siapapun, bukan?
Saya sih, sudah cukup melakukan hal itu beberapa hari terakhir.
Di sini saya menulis murni sebagai pendatang.
Pilih jalan yang Anda ingin pilih. Saya berdoa pilihan
tersebut adalah pilihan terbaik yang akan membawa masa depan FE yang lebih
cerah. Saya cukup dengan satu harapan, dan harapan saya ada di dalam Lia dan Panca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar