Jumat, 30 November 2012

Memilih Juga Pilihan

Berhubung hari ini adalah hari terakhir masa kampanye, saya mau sedikit menceritakan beberapa perspektif saya soal pemira pertama yang saya ikuti di FEUI.


Saya direkrut menjadi campaign team dari calon ketua dan calon wakil ketua BEM FEUI 2012, Lia dan Panca. Tidak aneh memang, karena saya sendiri adalah menti Kak Lia semasa ospek fakultas yang lebih dikenal dengan OPK. Saya tidak tahu akan dibawa ke mana tulisan ini, yang jelas saya mohon maaf terlebih dahulu apabila ada salah kata.

Sejak awal, iklim organisasi dan demokrasi FEUI lah yang membuat saya begitu ingin menjadi bagian darinya. Ya katakanlah ia fakultas ekonomi terbaik di Indonesia, mungkin saja, but that doesn’t matter that much. Saya lebih penasaran dengan “hal lain” di dalamnya—lingkungan seperti apa yang melahirkan orang-orang besar yang dikenal masyarakat luas. Saya ikut OPK, okelah, FEUI keren kok. Apalagi saat-saat closing di mana kita meneriakkan “merdeka”, “hidup mahasiswa”, “hidup rakyat Indonesia”, di sekeliling kolam makara dengan jaket kuning yang akhirnya kita kenakan. Saya pikir, FEUI akan membawa kejutan-kejutan lain dalam hidup saya.

Nyatanya saat ini saya kecewa. Saya menyadari ekspektasi saya terlalu tinggi. Saya kira pemira pertama saya di sini akan penuh antusiasme, dengan orang-orang yang ramai berkumpul menyaksikan calon pemimpin masa depannya memberikan orasi. Saya salah. Eksplorasi publik, sesepi itu. Stand-stand para calon, semelompong itu. Lebih jauh lagi saya menyelidiki langsung di kalangan para mahasiswa (baru), setidakpeduli itu. Jadi begini, FE yang apatis.

Saya iri dengan fakultas tetangga, sejujurnya. Mungkin saya melihat dari hanya satu sisi, tapi satu sisi sepenglihatan saya itu memperlihatkan antusiasme rakyat yang lebih besar di sana. Saya tidak tahu apa yang salah.

Nah, Lia dan Panca. Siapapun 2012, mungkin asing dengan nama tersebut kecuali mereka yang notabene merupakan menti dari keduanya. Saya tidak memungkiri, siapapun kita yang masih beradaptasi, pasti bingung ke mana harus melangkahkan kaki. Banyak yang saya temui tidak berniat untuk memilih, alasannya, ya... takut salah pilih karena mereka tidak mengenal kandidat. Pertanggungjawabannya besar memang jika memilih. Tapi yang jadi pertanyaan, jika memang tidak kenal, mengapa tidak mencoba untuk mengenal? Sedangkan mereka, rata-rata, jangankan mampir ke stand, dikasih gratisan pulpen atau kipas saja mikir-mikir dulu. 

Apa salahnya sih mencoba untuk percaya? Toh kekecewaan bukannya lebih baik dari penyesalan? Saya pribadi punya mulut, saya bisa kritik kalau tidak puas. Tetapi kalau menyesal tidak memilih? Nah, siapa yang punya mesin waktu untuk kembali ke masa lalu? Saya sudah mencoba memberi tahu konsekuensi jika tidak memilih. Prosesnya akan begitu panjang dan rumit jika kandidat ini tidak mendapatkan cukup suara. Lalu, apa jawaban yang saya dapat? “Toh yang ribet bukan gue, kan?”

Tidak, saya tidak marah. Setiap orang bebas untuk memilih. Kak Lia dan Kak Panca tidak diberikan semua kelebihan, pasti memiliki kekurangan. Tidak mungkin semua orang menyukai mereka, pasti ada saja yang tidak. Dan itu tidak salah. Saya menghargai mereka yang datang dan memilih untuk memberikan suara menentang majunya Lia-Panca. Lebih menghargai hal tersebut, karena jauh di dalam, sebenarnya mereka peduli, bukan?

Satu hal. Jika Anda tidak suka karakter luar calon pemimpin Anda, cari tahu kinerja mereka. Kenali mereka lebih dalam.

Tetapi, sekali lagi itu pilihan. Kalau memang dasarnya tidak peduli, mau bagaimana lagi? Saya sendiri tidak ingin naif, merasa diri saya yang sudah paling peduli, tidak. Bisa jadi hanya karena saya CT, saya menulis ini. Toh di sini saya tidak mengajak siapapun untuk mendukung siapapun, bukan? Saya sih, sudah cukup melakukan hal itu beberapa hari terakhir.

Di sini saya menulis murni sebagai pendatang.

Pilih jalan yang Anda ingin pilih. Saya berdoa pilihan tersebut adalah pilihan terbaik yang akan membawa masa depan FE yang lebih cerah. Saya cukup dengan satu harapan, dan harapan saya ada di dalam Lia dan Panca.

Rabu, 28 November 2012

Sedikit...

Hari Rabu. Waktu bisa jadi berjalan lebih cepat dari cahaya dalam perkuliahan. Dan entah apa yang lebih berat dari kepala saya.....

Satu hal yang terngiang-ngiang dalam batin, "cepat cari kostan baru.. cepat cari kostan baru.." Bukan saya tidak nyaman dengan kostan saya yang sekarang, justru karena kelewat nyaman. Sementara tanggung jawab saya pada orang tua sebanding dengan apa yang mereka berikan pada saya. Jujur, 'difasilitasi' justru memberi tekanan yang lebih berat. Orang tua susah-susah, mahal-mahal nyekolahin, lah gue malah mager.

Ma, Pa, tenang saja. Teteh yang sekarang lebih kebal akan godaan tidur. But still, I need more supporting atmosphere in order to keep myself being pushed to the limit. Saya butuh ketidaknyamanan. Saya butuh sedikit ombak, saya butuh hidup yang sedikit lebih prihatin.


Mari kita lihat jam berapa saya akan tidur malam ini. Matek, kau laknat. Tapi aku (harus) mencintaimu.


Senin, 26 November 2012

Mengapa

Jika suka, mengapa tidak bilang? Jika kagum, apa salahnya diutarakan? Bagaimana bisa menjawab iya atau tidak, jika pertanyaannya memang tidak pernah ada. Menjadi pengecut tetap sebuah pilihan, bukan?

Minggu, 25 November 2012

Sunshine Comes Through The Moon

I've finally started my study time by making a big mug of coffee! Take a look!


Yes, "U" stands for Utari!

I've been missing this girl so much since she's been busy with her college and unit stuffs. She couldn't have enough sleep lately, even not at all for one night. She is an infallible fighter, I should say.

Your radiance keeps me bearing up, my sun. You got me believe, you can pass through this!

A Letter From SY

"Dear my sweetest Lolly...

Rumah Dorothy diterbangkan oleh angin dari padang rumput Kansas ke sebuah negeri bernama Oz. Tapi Lolly, meskipun Oz adalah negeri yang indah, Dorothy tetap ingin pulang. 'Tak ada tempat senyaman rumah,' katanya. Namun, untuk kembali ke rumah, perjalanan Dorothy tidaklah mudah. Banyak rintangan menyulitkan yang harus dilalui si kecil Dorothy.

Sama seperti Dorothy, my sweetest Lolly...

Kita berada di tempat yang lebih baik sekarang, namun kita tetap ingin 'pulang'. Rumah selalu jadi tujuan akhir kita. Segelas susu hangat, selimut woll, dan aroma rumah yang khas adalah semua yang kita rindukan darinya.

Lolly, kita semua sama-sama berada dalan sebuah perjalanan, perjalanan pulang yang panjang... Kadang terik, kadang hujan, kadang sendiri, banyak hal-hal tidak terduga kita temui dalam perjalanan pulang. Tapi beginilah hidup Lolly, suatu saat kita akan tiba di rumah, tempat yang kita dambakan, dan suasana yang selalu kita impikan.

Selamat menempuh perjalananmu, Lolly-ku...

Delapan belas tahun bukan usia yang sebentar, namun perjalanan pulang mungkin masih akan lebih panjang dari itu. Semoga Dorothy kecil bisa menjadi teman perjalananmu, Lolly-ku. Ia gadis cilik yang pintar, sama sepertimu. Segera pulang, Lolly. Aku dan semua orang yang mencintaimu menunggu di rumahmu kelak.

Happy sweet 18th, my sweetest Lolly♥"


Ditulis oleh teman baik Dorothy, SY.

Sinergi

Jadi ceritanya.... salah seorang temen SMA gue yang sekarang di SBM ITB dateng jauh-jauh ke Depok buat nonton event FE, JGTC. Dan implikasinya, jadilah dia menginap di kostan gue. Dan gue jadi gak belajar. HUFH. Terima kasih, Jihan Syifania Mandagie.

Sepanjang tadi Jihan cuma ngerecokin gue di kamar. Minta-mintain lagu dari laptop, nge-net gak jelas, dan surfing kita berakhir di situs sejuta umat manusia, Youtube. Jihan melimpahi gue dengan film-film buatan Liga Film Mahasiswa ITB, which are keren abis. Sweet sih, sebenarnya.

Nah, ini yang paling keren!


OSKM ITB 2012


Gue mengagumi 'jargon' ITB sejak dulu, 
"Salam Ganesa, bakti kami untukmu, Tuhan, Bangsa, dan Almamater."

Dahulu, senior-senior SMA gue yang udah duluan di ITB pernah memperagakan salam tersebut di sekolah pada suatu kesempatan. Sayangnya gue gak bisa lihat langsung waktu itu. Bahkan, gue, yang cuma diperagain sekenanya diceritain sama temen, merinding. Dan menonton video di atas, gawat. Lebih-merinding-lagi.

Mereka keren. Gue gak peduli jika ada salah satu, dua, tiga, atau beratus-ratus dari mereka yang melakukan salam itu dengan terpaksa. Seterpaksa-terpaksanya mereka, gue yakin hati mereka tergerak. Dan gue iri akan hal itu. Di dalam lautan manusia tersebut ada sahabat-sahabat gue yang untuk bisa sampai di sana berkorban mati-matian. Gue tahu betul mimpi mereka, dan gue tahu mereka ada di jalan paling tepat menuju impian mereka saat ini. Dan kami sudah berjanji, setelah empat tahun, kami akan kembali ke sisi masing-masing untuk mewujudkan mimpi kami bersama-sama.

Dan, Indonesia tidak hanya memiliki ITB. Jutaan pelajar, mahasiswa dari Sabang hingga Merauke menunggu saat mereka untuk berkontribusi. Sayangnya, universitas di Indonesia hampir semuanya mementingkan ego masing-masing, berlomba-lomba membentuk image bahwa mereka lah yang terbaik. Pertama kali masuk kuliah, bukan sekali dua kali gue mendengar "kalian itu putra-putri terpilih" "mana lagi universitas yang menyertakan nama bangsa selain kita? Kalian itu harapan bangsa!" "jangan mau kalah dengan mahasiswa universitas lain!"

Jengah.

Salah satu teman gue yang sekarang di SAPPK ITB menceritakan pengalaman OSKM-nya tidak lama setelah acara tersebut berakhir. "Seru sih Haz keren gitu, tapi kenapa ya gue ngerasanya ITB arogan... Putra-putri garuda, putra-putri terbaik bangsa, seakan-akan yang lain gak lebih baik."

Oh, masalah bersama tampaknya. Setidaknya gue bersyukur masih ada orang seperti dia yang sadar, man this is not right. Absolutely not. Indonesia kapan maju kalo tonggaknya aja masih jalan sendiri-sendiri? Masih saling mandang satu sama lain sebelah mata?

Nama gue Hazna Nurul Faiza. Dan mimpi gue "melakukan sesuatu untuk bangsa ini" dengan sahabat-sahabat gue di sesama UI, ITB, UGM, Unpad, Unbraw, dan seluruh universitas nusantara. Suatu saat nanti, hopefully.

Sebenarnya gue malu nulis ini di saat gue pribadi belum menyiapkan apa-apa buat kuis besok. Start the change from yourself before you do it for others, they say.


Sabtu, 24 November 2012

May Contain Compassion

"Tak tahukah kau seperih apa perasaan hati yang tak terbalas? Menanti sesuatu yang tak kunjung datang? 

Hari berganti hari tetapi arah hati ku tak pernah berubah—selalu tertuju kepadamu. Aku tak pernah jenuh menunggu... menunggu untuk kau cintai. Namun, kau hanya menganggapku lalu. Seperti tak kasat mata aku bagimu. 

Terkadang lelah menyuruhku menyerah, memintaku berhenti melakukan perbuatan sia-sia dan mulai mencari cinta baru. Namun, bagaimana mungkin aku sanggup melakukannya?  Kalau semua tentangmu mengikutiku seperti bayangan yang menempel di bawah kakiku? Dan bagaimana pula caranya membakar habis semua rindu yang berbulan-bulan mengendap di hatiku? 

Aku berharap mendapat jawaban darimu. Namun, kau tetap membisu, membuatku lebih lama menunggu."

Good words, right? Siapapun yang membacanya pasti akan terenyuh, tidak peduli apakah dia sedang menunggu atau tidak.

Saya tidak dalam mode ingin bercoleteh mengenai hal-hal macam ini. Tidak sekarang, saat saya sedang diburu what-so-called quizzes-related stuffs untuk senin esok... Tetapi, siapapun kamu di luar sana yang sedang menunggu, jadikan momen tersebut untuk menjadi sebaik-baiknya dirimu. Sehingga jika orang yang kamu tunggu tidak kunjung menolehkan wajahnya padamu, seseorang lain yang lebih baik justru akan datang padamu.

Selamat berhari Minggu!

Saya Tidak Benci Hujan

Saya menyukai hujan sejak saya masih bocah. Dan saya mulai tidak benci hujan sejak tidak ada kamu. Hujan dan kamu, mengapa begitu lekat?