Selasa, 30 April 2013

Huvt Post


Praises be to Allah.



It all ends here...






Thank you, Kak Tal, Kak Kelv! :")








Yet starts here...


PI KOMPeK 15 & 16

Terlalu-banyak-kenangan. How I hate farewell. Entahlah, suasana hati sedang tidak menentu giduh deh. Cepat kembali bersemangat ya, Hazna!

Senin, 29 April 2013

Sama


Makasih loh lagi capek-capeknya dibikin semangat lagi. Dan terima kasih sudah dikhususkan. Aku juga rindu. Sampai bertemu lagi di persimpangan jalan!

Minggu, 28 April 2013

Sesal

"Jadi, yang kau takutkan adalah?"

"Ia jatuh."

"Dan kau tidak?"

"Ya."

"Lalu, apa yang ia sesalkan?"

--

Ah, ya. Seperti halnya aku yang tidak pernah menyesal. Terima kasih. Sampai bertemu kembali!
"Jangan pernah merasa hidup di negara yang merdeka ketika rakyatnya masih menjerit kelaparan.

Bangsa ini tidak pernah ditakdirkan miskin."

Dan raguku pun, hilang.

Kamis, 25 April 2013

Selamat Ulang Tahun, Bras!

Meski jauh, dan meski tidak lagi sehangat dulu,

Once a best friend, forever a best friend, right?

Selamat ulang tahun untuk yang selalu menghibur di kala lara, untuk si pencipta tawa. Untuk yang selalu mengingatkan, bahwa kita bisa ketika kita percaya. Untuk yang selalu membesarkan hati, karena miliki hati yang jauh lebih besar.


Selamat ulang tahun,

Rahmanda Nofal Arif!

Sabtu, 20 April 2013

Go-Fight-Win, Rafif!

Hari ini, kabar baik kembali menghampiri.

Rafif Muhammad lolos seleksi untuk mewakili Indonesia di Asia-Pacific Moot Court Competition. He will be going to Tokyo, Japan, by the end of May as the youngest delegate from Indonesia. FYI, his team is the only one that will be sent to the competition since it has beaten other dozens coming from many universities throughout Indonesia. Dan Rafif adalah satu-satunya mahasiswa baru di dalamnya.

Mendengarnya, gue merinding. Hampir nangis malahan, saking senang dan terharunya. Tapi bersamaan dengan itu, rasanya kayak ditampar bolak-balik. Gimana nggak?

Gue pertama kali kenal Rafif dulu di OSIS, tapi memang kita tergolong jaraaang banget ngobrol. Kasusnya nggak jauh beda lah sama Adnil. Naik ke kelas dua, gue dan dia sama-sama resign dari OSIS. Gue memutuskan buat fokus ngurus Halim 77, ekstrakurikuler gue saat itu. Rafif kemudian join jadi panitia salah satu proker ekskul gue, OASIS IV, pentas seni SMA 1 Bekasi tahun 2011. He is the trusted one, gue banyak banget minta bantuan dia (lebih tepatnya asal tarik) buat jadi koordinator salah satu tim pencari sponsor. Gue termasuk sangat mempercayai dia, karena dia memang sebagus itu. Lepas dari OASIS, tepatnya di awal kelas dua belas, gue dan dia diminta sekolah untuk ikut lomba debat di Kementerian Perdagangan. Kami pun kemudian ditempatkan di satu tim, dan pencarian third speaker pun dimulai....... Awalnya Adnil sempat gabung, tapi baru beberapa hari, Adnil mengundurkan diri. Katanya, lombanya terlalu mendadak, dan materinya belum pernah ia kuasai. Ya memang sih, kurang nekat apa persiapan lomba baru dimulai saat H-7? Akhirnya pilihan jatuh ke Faisal Rahman (Ical) yang kelak justru menjadi ladang ide buat argumen kami. Kami pun melakukan persiapan di H-3. Iya tau kok, memang nggak tau diri.

Singkatnya, kami pun menang. Krik. Krik. Terus lolos ke babak nasional. Tapi kemenangan kami jauh lebih bermakna dari sekadar kemenangan. Karena, kami jadi saling dipertemukan satu sama lain. I got to know Rafif better, dan yang awalnya gue gak terlalu kenal sama Ical, jadi kenal banget. Mungkin kami bisa secocok itu karena satu kesamaan yang menjadi karakteristik kami: idealis. Kami mulai membangun visi, banyak berdiskusi, makin, makin, dan makin dekat. Sampai akhirnya kami berpisah. Yang awalnya kami bertiga mau menguning bersama di kampus perjuangan, akhirnya hanya gue dan Ical yang benar-benar menguning. Rafif yang keterima di UGM dan Unpad, akhirnya memilih untuk menjadi perjaka Bandung.

Rafif sedih banget waktu itu, begitu juga gue dan Ical. Tapi, ada semacam perasaan yang menyeruak, muncul tiba-tiba, yang intinya membuat gue sedikit lega. Entah kenapa, waktu itu gue pikir memang begitulah jalannya. Allah punya rencana yang terbaik buat Rafif, and it's proven now.

Sekarang gue yang malu. Gue yang ngerasa belum berbuat apa-apa. Jangankan Indonesia, mewakili diri sendiri aja belum loh, selama kuliah. Rasanya, ya, itu. Seperti ditampar bolak-balik. Padahal, visi kita sama, tujuan kita sama, tapi Rafif yang punya keberanian terbesar untuk melangkah duluan.

Gue bangga jadi sahabat dia. Dulu, sekarang, dan seterusnya, gue akan selalu bangga. Rafif memang dari kecil udah menunjukkan potensinya. Dia menang lomba sana sini--speech, debate, story telling, MUN. Tabungannya penuh dari hasil jerih payahnya sendiri. Dan yang gue kagumi, dengan semua prestasinya, dia masih sangat loyal dengan orang-orang terdekatnya. Sangat. Dia juga terpilih jadi duta sekolah waktu SMA, meskipun aslinya......dia agak bad boy. Dan sekarang, meskipun beda jalan dan tempat, dia gak pernah absen tiap kali gue butuh apa-apa. Dan lagi, gue, Rafif, dan Ical sama-sama tau, jalan yang kami ambil boleh aja berbeda sekarang, tapi tujuan kami tetap satu. Dan itu untuk Indonesia, yang entah bagaimana dan mengapa sangat kami cintai. Gue belajar banyak hal dari mereka, termasuk satu hal:

Sahabat yang baik akan membawa sahabat-sahabatnya ke jalan yang juga lebih baik, dengan ataupun tanpa sadar.

Seperti halnya Rafif, yang dengan prestasinya membuat gue nggak lelah memperbaiki diri.

Sekali lagi, selamat ya, Rafif!
Harumkan nama bangsa di negeri seberang samudera, kobarkan semangat merah putih, dan gaungkan sekeras-kerasnya lagu Indonesia Raya.

Hacn akan segera menyusul :-)

Ical, Hazna, dan Rafif

Kamis, 18 April 2013

Her Wish

"Selamat ulang tahun, Bintangku. Semoga di umurmu yang ke-18 tahun ini, kamu tetap menjadi bintang yang paling terang. Yang selalu dengan ikhlas membagi sinarmu untuk orang lain, yang selalu menjadi bintang jatuh dan bisa memenuhi semua keinginan orang. Yang selalu membuat orang tersenyum dengan hanya melihat sinarmu."

 Nam, Mami rindu.

Sabtu, 13 April 2013

Teruntuk Mama

Hari ini bisa jadi adalah hari teraneh--dan, termenyesakkan--sepanjang aku hidup. Bukankah tiap kali aku pulang, kau selalu menyambutku di depan pintu? Kau tidak pernah mengatakannnya secara lantang, tapi aku tau kau sengaja memasakkan makanan kesukaanku tiap kali aku datang. Lalu, malamnya kau pasti muncul di ambang pintu kamarku. Perlahan-lahan masuk dan berpura-pura mengisi baterai hp-mu. Padahal, ya, aku tau... Kau hanya ingin menanyakan hari-hariku. Maka aku bercerita padamu tanpa kau minta. Kau menerima riak wajah senangku, keluh sedihku, pernyataan lelahku. Kau tidak banyak menanggapi, kau hanya diam, sembari tersenyum. Sesekali tertawa, sesekali bertanya. Dan tiap kali aku kembali meninggalkanmu, kau selalu menanyakan apa yang ingin kujadikan sarapan. Terkadang hari sebelumnya sudah kau uleni adonan donat, agar besoknya bisa kau goreng dan kujadikan asupan pagi kala masih hangat. Lalu kau menggenggam tanganku, dan merelakan aku pergi. Siangnya, aku tidak heran jika status kontakmu mengisyaratkan kesedihan. Aku tau kau merasa kehilanganku, sama halnya seperti aku merasa kehilanganmu.

Pernah suatu hari aku tiba-tiba pulang. Aku melakukan sebuah kesalahan padamu, dan juga papa. Aku malu menampakkan wajah, tapi tidak bisa juga bila semua hanya kupendam. Aku berusaha tegar, bergeming di depan pagar. Kuucapkan salam agar seseorang keluar. Ketika itulah bayangmu berpindah bagai sekelebat, dan aku sudah mendapati dirimu memeluk erat tubuhku. Hanya tangis yang tak terbendung, dan maaf yang terucap dari lisan, hanya itu yang bisa kukeluarkan. Dan kau masih berkata,

"Tidak apa, keselamatanmu di atas segalanya. Jangan khawatirkan kami, justru kami yang sedari tadi khawatirkanmu."

Masih ingat ketika malamnya pun kau setia menemani. Dan esoknya, ketika aku diharuskan untuk pergi kembali, kamu memberikanku buku sekumpulan doa.

"Baca ini tiap pagi dan petang, Allah akan selalu melindungimu."

Dan hari-hariku selanjutnya kuisi dengan doa yang kau beri, dan tangis. Tangis karena teringat bayang wajahmu, karena tau dari jauh pun kau mendoakanku. Melebihi doaku untukmu, dan doaku untuk diriku sendiri.

Kau memanjakanku dengan caramu. Kau hampir tidak pernah memelukku. Kau juga jarang menemaniku berbelanja karena terlampau sibuk mengurus anak-anakmu yang lain. Sebelum aku keluar dari rumah, terutama, berapa kali kita berbagi cerita dalam seminggu? Kau juga sering kesal dengan kebiasaan malasku bila sudah berada di atas tempat tidur. Juga apabila lebih banyak waktu yang kuhabiskan di luar dibanding di rumah. Kita juga tidak pernah foto berdua, ya? Terakhir kali foto kita diambil bersama adalah saat berkunjung ke tanah suci hampir tiga tahun lalu. Hambar, ya, ikatan kita?

Tapi aku tau kau mencintaiku lebih dari apapun. Aku tau kau bangun tiap malam hanya untuk mendoakan orang tua, suami, dan anak-anakmu. Kau mengajariku tanpa kata-kata. Diam-diam aku mengagumimu yang berhati bagaikan malaikat--begitulah yang orang lain bilang. Aku mengagumi hatimu yang tulus itu, dan berharap sedikit mewarisinya darimu. Aku juga mengagumi ketegaranmu, mengagumi wajahmu yang tidak pernah menyiratkan beban, meski kutau masalah tidak pernah berhenti menderamu. Kau dan aku sama-sama tau, gengsi kita sama-sama besar untuk saling mengungkapkan rasa sayang. Untuk itu, aku hanya diam. Diam dalam doaku di sujud terakhir tiap shalatku.

Kau harus tau, kau adalah alasanku berjuang, meski aku tidak pernah bilang. Kau-lah yang kuingat ketika putus asa sudah aku mengejar pelajaran, atau terlampau lelah menyibukkan diri dengan ini dan itu.

Hari ini, kau tidak menyambutku seperti biasa. Justru aku yang mendatangi tubuhmu yang terkapar lemah, dikelilingi dua orang ibu yang sengaja datang dari jauh untukmu. Aku yang memelukmu terlebih dahulu. Dan aku yang tidak berani menatap wajahmu karena takut air mataku turun. Aku ingin diriku kuat, agar kau pun kuat.

Tau betapa hancur hatiku ketika mendengar cerita tentangmu? Tentangmu, wanita tertegar dalam hidupku, yang kembali berubah menjadi sesosok anak kecil yang terus menangis. Yang meminta keberadaanku pada ibumu, keberadaan ayahmu, suamimu, dan anak-anakmu yang lain. Tidak bisa kubayangkan kau merengek memohon itu. Dirimu, yang tidak pernah ingin dimanja, justru tidak ingin ditinggal oleh ibu kembali ke kampung halaman. Dirimu, yang selalu mengatakan segalanya berada di tangan-Nya, putus asa karena mendengar manusia yang mendiagnosa bahwa kamu tidak akan sembuh. Tau betapa takutnya aku?

Namun, lagi, kau mengatakan "tidak apa". Semudah itu kau menyuruhku agar tidak khawatir. Padahal, sedang kupikirkan kemungkinan untukku pulang pergi mencari ilmu--agar aku tidak perlu berada jauh darimu. Agar aku dapat menjagamu.

Teruntuk mama,

Sembuh, ya? Kembali lagi seperti dulu. Tiara minta dibuatkan donat kentang, tuh. Mama juga belum mengajar aku, Uta, dan Tiara memasak, kan? Aku rindu masakanmu yang kelezatannya nomor satu itu, yang menjadi alasan kedua sahabat-sahabatku selalu datang ke rumah--atau bahkan alasan pertama? Kau juga seringkali sengaja memasak banyak, kemudian menyuruhku mengundang mereka untuk datang. Kau membiarkan mereka jatuh cinta pada masakanmu, dan juga dirimu. Kau terbiasa dengan rakusnya mereka, kau memperlakukan mereka, pun, seperti anak-anakmu. Itulah mengapa aku begitu bersyukur memilikimu, karena kau tidak keberatan saat keluarga kita menambah lagi anggota-anggotanya yang baru. Begitu juga papa, Ai, dan Ehan. Karena dengan adanya kalian, aku merasa lengkap.

Teruntuk Allah,

Kenapa mama? Kenapa orang sebaik dia? Kenapa bukan orang lain? Kenapa bukan aku saja? Ya, aku saja. Pindahkan sakitnya padaku, semuanya. Tidak bisakah?

Beri tau aku bisa apa, kumohon.


Kamis, 11 April 2013

AAAAAAAKKK!!!

Sakit kepala bikin cheating sheet. Kemudian baru inget ini udah hari Kamis.

Naruto Chapt. 627 has been released already!

--


COOOOOOY GOKIL SIH. KENAPA HARUS BERSAMBUNG PAS KLIMAKS??!!!
*die*


Sasuke's group and the Hokage(s) are going to meet Uchiha Madara,
and of course, Naruto, at the battlefield!



Kebayang gak sih gimana jadinya Minato ketemu Naruto...... terus nanti semua orang tau dong mereka ayah-anak!!!! AAAAAAAKKK terus ketemu Sasuke juga!! Terus Hashirama ketemu Madara. Terus terus terus gak relaaaaaaaa kalo nyampe abis ini malah tamat!!! :"


I should tell a story about how severe Naruto influenced my whole perception, and point of view, about everything--friendship, family, nationalism, and... life.

Yang nyangka gue bercanda mati aja.
Back then, ini bukan waktu yang tepat. Balik MPKT-B dulu ya, guysss! HIHI.

Selasa, 09 April 2013

Have You?

Today,

I have got the announcement, yet

Mom has got her diagnose.


Rasanya lebih baik gak dapat kabar baik/buruk sama sekali. Sial, kenapa gue jadi cengeng gini.

Oh, dan ada lagi.

Dwinia Emil, terkepo 2013.


However, I feel grateful that she is.

Cara orang menunjukkan perhatiannya memang beda-beda, ya. Lucu sih.
Tetap jadi Mimil yang begini aja, bisa?

God, I sent You my gratitude today for ever arranging me a meeting with Mimil. Have You received it?

Minggu, 07 April 2013

Ma, Pa

"So if you get a second to look down at me now
Mom, Dad, I'm just missing you now
I still look for your face in the crowd
Oh if you could see me now"
Teteh mau ujian nih, Ma, Pa. Doakan ya! Iya, ingat kok. Bukan untuk mengejar nilai, tapi ilmu, kan? Untuk-Nya, mencari ridha-Nya?

I'm trying my best for you two. I love you, and I miss you.

Sabtu, 06 April 2013

Hacn kangen Aya.

Tapi jangan bilang-bilang, ya?

Thank You

Maybe I wrote too much today. But the last, I just want to say thank you.

Semangat saya sudah kembali, maksimum. Izinkan saya sejenak menutup mata, mengingat kembali apa yang selama ini menjadi alasan untuk saya bertahan. Dan di tengah gelap itu, saya melihat mereka.

Bisa jadi tadi saya hanya merasa kesepian, sampai rasanya benar-benar jenuh. Jenuh menghadapi semuanya sendiri. Namun, sekali lagi,

Beruntung saya kembali diingatkan, bahwa saya tidak sendiri,

oleh seseorang yang bahkan tidak lagi tinggal di sisi,

namun selalu tersimpan di hati, bersama berpuluh wajah lain.

Terima kasih.


Dari terminal Bekasi-mu.
Yang juga rumahmu.

Pervert

I'm currently on skype call with Adnil. Dan..... kembali lah gue menyampahi dia dengan segala macam dumelan. Dumelan yang bener-bener dumelan. I've been that tough without I realize, dan gue mencapai titik di mana gue gak bisa lagi menahan itu semua. Jadilah gue nangis hari ini. Nangis sejadi-jadinya. Crap, bahkan gue udah lupa kapan terakhir kali gue nangis.

Dan Adnil, instead of giving me some wise cooling words, he did this stuff indicating that he is a real pervert.

Dia. Nyukur. Jambang.

Dan dia melakukan hal-hal bodoh lainnya yang bikin gue gak bisa berhenti ketawa. Tapi ada satu hal sih yang bikin gue terharu.

Jadi ceritanya pas masih skype, gue ditelpon Haryo. Terus pulsa Haryo abis, terus gue telpon balik. Terus di tengah pembicaraan, koneksi kami kembali terputus. Ternyata pulsa gue pun habis.

G: AAAAAAA pulsanya habiiiiisss aaaaaa gimana ini!!!!???
A: Kenapa sih, Cen? Bener-bener gak ada pulsa? Lagi urgent ya?
G: Iya... Hufh. Yaudahlah.

Beberapa detik kemudian ada sms masuk, "Isi ulang Rp 50.000 regular dari xxx SUKSES...."
Gue kucek mata dulu, kirain lima ribu, bukan lima puluh ribu. Terus gue mikir, emang kapan juga gue pesan pulsa? Mikir lagi beberapa detik, dan kemudian teringat perkataan dia beberapa menit lalu, "Cen kalo beli pulsa ke gue aja, sekarang gue jualan pulsa loooh."

Seketika gue ketawa, "ADNIIIIL APA DEH!!!"
A: Apa siiih, Ceen.. (mukanya super duper ngegeliin sok-sok nyembunyiin sesuatu gitu.)

Yah, orang ini. Gak paham lagi sih. Gak ngerti lagi harus bilang apa. Pas sedih, dia-dia juga yang bikin gue ketawa. Pas butuh, dia gak pernah absen, bahkan selalu ngasih. 

Sahabat macam gini, gaktau lagi bisa nemu di mana.

Ke Mana Perginya

I almost forget this one. Dihadapkan pada diri saya di masa lalu, rasanya seperti kembali berpijak di atas tanah. Ke mana perginya saya yang ini.

"Izinkan saya untuk menceritakan bagian terbaik dari masa SMA saya. Seperti yang sebelumnya saya sebutkan di atas, saya sama sekali tidak berminat untuk mencari sahabat baru di sekolah. Namun, the harder we deny something, the closer it comes to us. Begitu juga dengan saya. Saya tidak bisa menolak mereka yang tersenyum pada saya, kemudian tanpa sadar selalu ada di samping saya apapun keadaannya. Saya tidak bisa mendeskripsikan mereka. Sungguh, mereka, bersama-sama, adalah kesempurnaan. Dan satu-satunya yang menjadi ketidaksempurnaannya adalah hakikat mereka sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, yang tidak bisa menolak ketika takdir meminta kami untuk berpisah sementara.

Kawan, tidak ada yang lebih indah dari mereka. Betapa kenangan manis dengan mereka sudah amat banyak membuat saya menangis. Allah begitu baik. Ia mengambil dua orang yang dulu sangat berharga dalam hidup saya untuk memberikan yang jauh lebih baik. Yang saya dapatkan lebih dari itu. Seorang ketua OSIS, seorang peraih mathematics medal sekaligus ketua ekstrakulikuler olimpiade di sekolah kami, seorang gadis multitalented yang baru saja kembali dari satu tahun student exchange-nya di Amerika, dan seorang seniman—saya katakan seniman di sini because he is born to sing, dance, and do fashion stuffs. Tidak hanya mereka, begitu banyak orang-orang yang Allah tempatkan di sekeliling saya yang tidak mungkin tidak saya syukuri. Terlalu banyak, bahkan. Dan karenanya, saya menghapus air mata saya. Saya bertekad untuk sukses. Saya tidak akan menyia-nyiakan mereka yang menjadi salah satu alasan saya bersyukur atas hidup. Saya, suatu saat nanti, akan membuat mereka bangga. Empat tahun waktu kami untuk mengarungi samudera seorang diri. Dan setelah itu, kami berjanji untuk ‘pulang’. Berkumpul kembali.

Tidak mungkin hujan mengguyur selamanya. Ada saat di mana kita berada dalam fase yang membuat kita menangis dan tertawa. Toh semua tetap akan terjadi, mengapa kita tidak menikmatinya? Our life is like a roller coaster. It’s our choice whether to scream or enjoy the ride. Kegagalan hanyalah salah satu rencana-Nya untuk menghindarkan kita dari jalan yang salah. Hanya butuh waktu untuk kita memahami logika-Nya. Dia ingin melihat, siapa di antara hamba-Nya yang ketika diberi cobaan akan tetap bersama-Nya, mempercayakan semua kepada-Nya, dan siapa dari mereka yang malah berbalik memunggungi-Nya. Sungguh, Ia-lah Yang Maha Tahu.

Salah satu kegemaran saya dan sahabat-sahabat saya adalah bermimpi. Kami bermimpi menemukan pemimpin muda untuk Indonesia, dan bersinergi bersama-sama membangun bangsa yang lebih baik. Kami bermimpi untuk mebawa pulang 48.000 tenaga ahli Indonesia ke tanah air. Mereka yang sudah dipersiapkan oleh Prof. Dr. B. J. Habibie sejak zaman Suharto kini terpencar di seluruh penjuru dunia, hidup sejahtera karena merasa lebih dihargai di negara orang. Kami bermimpi untuk membentuk pola pikir masyarakat yang partisipatif, yang merasa dirinya memiliki hak dan kewajiban untuk memberi sesuatu kepada negaranya, bukan terus meminta dikasihani. Kami bermimpi memiliki pemerintah yang tidak menunjuk pihak lain ketika dimintai pertanggungjawaban, pemerintah yang berjuang untuk rakyatnya. Kami bermimpi untuk mengambil alih SDA Indonesia dari cengkaraman asing yang berkedok investasi. Tidakkah kita, putera-puteri Indonesia, kurang banyak dan mampu untuk menciptakan perusahaan ekstraktif sendiri? Dan tidakkah 20% kuasa atas SDA bangsa sendiri merupakan presentase yang terlampau kecil? Kami bermimpi untuk mewujudkan estimasi Indonesia sebagai salah satu raksasa ekonomi dunia dengan GDP di atas US$ 1 triliun pada tahun 2015. Kami bermimpi untuk membebaskan Indonesia dari para gelandangan dan anak jalanan. Akan kami buatkan tempat berteduh untuk mereka! Melatih mereka yang sudah berumur, dan menyekolahkan anak-anak mereka. Kami bermimpi untuk merakit kembali, memperbaharui pesawat terbang N250-Gatot Kaca dengan sisa tiga ribu ahli dirgantara yang masih mengais nafkah di negeri sendiri—jumlah ini dapat dikatakan sedikit mengingat 13.000 lainnya sudah terlanjur besar di negeri orang. Kami bermimpi untuk membuat satu institusi sekolah, tempat seluruh anak bangsa yang terpilih berkumpul, bersatu, dibina untuk satu tujuan: memerdekakan Indonesia. Kami bermimpi untuk menggratiskan seluruh biaya pendidikan dan kesehatan. Kami ingin, setiap jiwa yang lahir di tanah ini memiliki hasrat untuk membanggakan negaranya. Ya, kami memang baru bermimpi. Tapi tidakkah semua hal besar berawal dari mimpi? Kami bermimpi, Indonesia menjadi bangsa yang mencintai rakyatnya, sama besarnya dengan cinta rakyat kepada negaranya.

Manusia itu spesial. Mereka diberi kemampuan untuk menentukan pilihan. Kita bukan boneka Tuhan. Memang, kita digerakkan oleh takdir, tetapi tidak ada yang tahu pasti takdir apa yang menunggu kita. Itulah mengapa kita diberi kebebasan untuk mengejar mimpi dan membangun diri sebaik-baiknya. Suatu saat, kita akan bersyukur atas kegagalan yang kita alami."

Dikutip dari Esensi Kegagalan oleh Hazna Nurul Faiza. 

Kamis, 04 April 2013

Everything is getting complicated.

Now that I cried myself to sleep,

I can't resist the voice echoing in my head,

telling me to go home.

I miss everyone.

Rabu, 03 April 2013

Smanghar, Smangkok!

Berhubung orangnya udah nanyain, dan sepertinya terlampau tidak sabar,



Tidak mudah. Ya, itu pasti. But again, you'll never be on your walk alone heading towards your weakness, I should say. Yes, since lack of support is the only weakness you have, I promise that you will never deal with it even for once. We will be right behind your back, always.

Back then, I'll try not to mislay your trust. As a friend, and as a partner. I'm not going anywhere.

Bismillahirrahmanirrahiim, untuk KOMPeK 16 yang lebih baik.

Smangkok, Pak PO,

Haryo Pangestu!


Hanya..... mengagumi dari jauh.

Ternyata pun indah ya.